Karya Ilmiah Mahasiswa Psikologi UM Bandung Berjaya di Konferensi Nasional

UMBANDUNG.AC.ID, Bandung -- Tim mahasiswa dari program studi Psikologi Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung berhasil meraih penghargaan Best Article dalam ajang Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia ke-9 Tahun 2025 yang diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) pada Jumat, 25 April 2025 lalu.

Adapun mahasiswa peraih penghargaan tersebut adalah Shidqi Rafially, Saeful Rachman, dan Alvira Andrea Jati. Mereka berhasil mencuri perhatian juri dengan karya ilmiah bertajuk ”Peran Moderasi Koping Religius Positif terhadap Hubungan antara Penggunaan Internet Bermasalah dan Kesehatan Mental.”

Secara terpisah, Ketua Tim, Saeful Rachman, menuturkan bahwa perjalanan menuju kompetisi ini diawali dengan informasi lomba serupa dari kampus lain.

”Awalnya kami sempat terlambat daftar lomba dari UM Bandung, tapi kemudian ada info lomba dari Uhamka yang formatnya mirip. Lalu, kami langsung bergerak, mulai dari bikin abstrak, submit, dan bimbingan intensif dengan dosen,” ujar di kampus UM Bandung pada Jumat (09/05/2025).

Saeful menambahkan bahwa prosesnya cukup cepat dan padat. ”Full paper kami submit tanggal 20 dan tanggal 25 kami langsung presentasi. Karena waktu itu sedang UTS, kami pilih presentasi secara online saja. Yang lucu, setelah presentasi kami malah ditelepon untuk zoom lagi. Awalnya panik, ternyata kami masuk dalam 10 besar artikel terbaik,” jelasnya.

Dalam penelitian yang mereka ajukan, tim Psikologi Universitas Muhammadiyah Bandung mengkaji fenomena problematic internet use atau penggunaan internet yang bermasalah yang diketahui berkontribusi terhadap penurunan kesehatan mental.

Mereka mencoba melihat apakah religious coping positif, seperti salat, zikir, dan ibadah lainnya dapat menjadi faktor moderasi atau penengah terhadap dampak negatif penggunaan internet tersebut.

”Ternyata religious coping positif tidak terbukti menjadi moderator antara penggunaan internet bermasalah dan kesehatan mental. Solusi berbasis agama tidak bisa digeneralisasi kepada semua orang. Karena strategi koping religius positif mungkin tidak digunakan secara efektif atau tidak relevan dalam konteks penggunaan internet yang bermasalah. Semua kembali ke tingkat religiusitas personal masing-masing,” terang Saeful.

Oleh karena itu, ia pun berharap hasil penelitian ini dapat menjadi refleksi dan tambahan literatur bagi pendekatan psikologis yang lebih kontekstual.

”Ketika seseorang mengalami kecanduan internet atau mengalami gangguan mental, tidak semua bisa diarahkan ke salat atau zikir. Solusinya harus disesuaikan dengan keyakinan pribadi masing-masing. Karena sejauh mana seseorang menempatkan agama sebagai sumber dukungan interpersonal berperan dalam menentukan apakah ia menggunakan religious coping,” tutup Saeful.***(FK)