Jurnalis Harus Berani Kritisi Kekuasaan yang Menyimpang

UMBANDUNG.AC.ID, Bandung -- Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Bandung Euis Evi Puspitasari menyoroti esensi pemahaman profesi komunikasi, termasuk jurnalis dan humas, melalui sudut pandang Islam.

Dalam pernyataannya, Euis merujuk pada surah Ali Imran ayat 110 yang mengedepankan tiga prinsip utama: amar makruf (menyeru pada kebaikan), nahi mungkar (mencegah kemungkaran), dan keimanan kepada Allah sebagai fondasi etika profesi.

Euis menjelaskan lebih lanjut bahwa prinsip ta’muruuna bil-ma’ruufi atau amar makruf dalam konteks komunikasi dapat diartikan sebagai upaya humanisasi. Sejalan dengan pemikiran cendekiawan muslim Kuntowijoyo, ia menekankan bahwa jurnalis memiliki peran krusial dalam mengangkat isu-isu kemanusiaan yang mendasar, seperti keadilan, kesetaraan, dan hak asasi manusia.

Selain itu, jurnalis diharapkan menjadi representasi suara bagi kelompok masyarakat marginal yang seringkali terabaikan dalam pemberitaan. Konsep tanhauna anil munkar atau nahi mungkar, menurut Euis, memiliki korelasi erat dengan gagasan liberasi.

Ia mengartikulasikan liberasi sebagai sebuah usaha untuk membebaskan masyarakat dari berbagai bentuk ketidakadilan, penindasan, dan tindakan sewenang-wenang. Dalam konteks ini, keberanian seorang jurnalis untuk mengkritisi kekuasaan yang menyimpang dan membela kebenaran menjadi aspek yang sangat penting dalam menjalankan tugasnya.

Aspek ketiga yang ditekankan adalah wa tu’minuuna billaahi, yang merujuk pada nilai transendensi dalam praktik komunikasi. Euis menjelaskan bahwa seorang jurnalis tidak hanya bertugas menyampaikan fakta secara obyektif.

Namun, memiliki tanggung jawab untuk mengintegrasikan nilai-nilai moral dan spiritual dalam setiap karya jurnalistiknya. Melalui tulisannya, misalnya, diharapkan jurnalis dapat menginspirasi pembaca untuk semakin mendekat pada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran universal.

Lebih lanjut, Euis menyoroti pentingnya landasan spiritual bagi para profesional komunikasi. Al-Quran, sebagai pedoman hidup umat Islam, memberikan arahan yang komprehensif terkait prinsip-prinsip komunikasi yang efektif dan bertanggung jawab.

Ia mengutip surah Ar-Rahman yang menggambarkan bagaimana Allah SWT mengajarkan manusia berbicara dan berkomunikasi, menunjukkan bahwa kemampuan ini adalah anugerah ilahi yang harus digunakan dengan penuh amanah.

Sebagai penutup, Euis menegaskan bahwa komunikasi tidak sekadar pertukaran informasi. Namun, upaya membangun hubungan yang harmonis, bersifat edukatif, dan mampu membawa perubahan positif.

Baik dalam peran jurnalis maupun humas, tugas utama seorang komunikator adalah menyebarkan kebaikan melalui pesan yang disampaikan. Ia berharap agar mahasiswa dan praktisi komunikasi dapat mengimplementasikan nilai-nilai Islam ini dalam profesi mereka demi mewujudkan dampak positif bagi masyarakat.***(FA)