Oleh: Nurlaela Hamidah*
MASYARAKAT pada umumnya melihat ilmu psikologi seperti ilmu paranormal. Mereka memandang ilmu psikologi bisa membaca sifat dan kepribadian seseorang, bahkan kadang-kadang bisa memprediksi kehidupan seseorang.
Kala itu, ketika awal masuk studi ilmu psikologi, ada beberapa orang iseng bertanya penuh antusias, "Tolong dong lihat saya! Bagaimana kepribadian saya? Terus saya orangnya seperti apa?" Mendengar pertanyaan itu, saya hanya bisa tersenyum sambil berujar kepada orang yang bertanya, "Memangnya saya paranormal!"
Sekilas percakapan itu mengingatkan ketika awal saya tertarik pada ilmu psikologi diawali dengan pengalaman pribadi saya yang saat itu bertemu seseorang yang senantiasa membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Dalam penyelesaian selalu memberikan motivasi dan nasihat bijaksana dan saat itu saya sering diarahkan untuk mampu menyelesaikan secara mandiri.
Sejak banyak berinteraksi dengan seseorang tersebut, hati bertekad untuk mengambil studi ilmu psikologi dengan tujuan, selain untuk mendapatkan pengetahuan tentang ilmu psikologi, berharap dapat membantu masalah-masalah yang dihadapi orang lain. Minimal memberikan dorongan moril, motivasi, dan perhatian.
Hal tersebut sangat dibutuhkan oleh orang-orang yang sedang bermasalah dengan kehidupannya secara psikologis. Harapan dan keinginan tersebut menjadi trigger untuk berusaha menyelami berbagai teori dan praktik studi di psikologi dari berbagai sumber yang relevan dengan disiplin ilmu psikologi.
Namun, lain cerita ketika faktanya beberapa semester belajar ilmu psikologi, kebanyakan referensinya menggunakan buku-buku psikologi Barat.
Beberapa content-nya pun banyak diambil dari pendekatan empiris masyarakat di Barat yang cukup kuat nilai filosofis kemanusiaannya berhaluan Barat. Struktur sosial budayanya cenderung mengikuti pola dan model yang dikembangkan di Barat.
Secara sosio-antropologis, ada konsekuensi terhadap pengembangan ilmu terapan psikologi yang diimplementasikan pada kehidupan masyarakat.
Di antara teori-teori psikologi Barat menekankan bahwa pembentukan suatu tingkah laku hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor kejiwaan, biologis, sosial, dan peradaban yang lebih humanis.
Ciptaan Allah yang sempurna
Paham humanisme menjelaskan bahwa pada dasarnya manusia itu baik dan memiliki potensi-potensi untuk mengaktualisasikan diri dalam bentuk tingkah laku.
Dalam Islam sangat jelas bahwa manusia ciptaan Allah SWT yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya.
Dalam diri manusia bukan hanya dilihat dari bentuk materi kemanusiaanya, melainkan ada sisi ketuhanannya yang mempengaruhi tingkah laku yang kerap muncul langsung ataupun tidak langsung dalam kehidupan manusia sehari-sehari dalam kondisi apa pun.
Sebagai seorang muslim, memahami manusia sudah pasti pendekatan tekstual Al-Quran dan As-Sunnah menjadi rujukan dan sandaran.
"Hendaklah kamu sekalian berpegang teguh pada Al-Quran ia sebagai pembuka dan penuntun karena sesungguhnya ia itu firman Allah semesta alam yang datang dari pada-Nya." (HR Ibnu Mardawaih dari Ali bin Abi Thalib).
Dari teks di atas, Rasulullah SAW menegaskan pentingnya melibatkan kemampuan untuk mengingatkan kekuatan spiritualitas. Namun, tetap dalam tinjauan keilmuan psikologis menjadi tools mempermudah proses diagnostiknya.
Diselesaikan secara mandiri
Dalam kondisi apa pun, menghadapi permasalahan psikologis dalam hidup disarankan penyelesaiannya dilakukan secara mandiri.
Selain melatih diri, juga memiliki pengalaman berharga yang kapan saja dapat diterapkan dalam kasus yang sama pada penyelesaian masalah yang dihadapi oleh siapa saja yang bermasalah.
Secara psikologis, manusia tidak mungkin dalam hidupnya tidak ada masalah. Sudah dipastikan selalu ada masalah, baik itu dengan suami, istri, anak, orang tua, saudara-saudara, maupun orang lain.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan ada masalah dengan dirinya sendiri yang sering tidak disadari oleh setiap orang. Memang berat ketika seseorang tidak menyadari ketika dirinya ada masalah karena dia akan mengalami kesulitan dalam pemecahan dan penyelesaian masalahnya.
Kiranya, interdisiplin ilmu penting dalam penyelesaian berbagai masalah hidup seseorang. Termasuk dalam kelompok atau komunitas manusia.***
*Dosen prodi Psikologi UM Bandung