Berita

Dosen UM Bandung Ajak Generasi Muda Terlibat Dalam Transformasi Industri Pertanian

UMBANDUNG.AC.ID, Bandung – Dosen prodi Agribisnis UM Bandung Alghif Aruni Nur Rukman mengatakan bahwa peran koperasi dalam struktur kelembagaan pertanian Indonesia masih relevan.

Terutama karena kondisi struktural pertanian yang belum banyak berubah, khususnya dalam hal kepemilikan lahan.

Hal itu Alghif sampaikan saat menjadi pemateri dalam kajian rutin Mimbar Iqra edisi ketujuh di kampus UM Bandung pada Selasa (15/11/2023).

Perdebatan seputar status Indonesia sebagai negara agraris juga muncul, kata Alghif, karena kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tidak lagi dominan.

“Sementara itu, pada sisi lain transformasi ekonomi yang diharapkan masih tertunda, dengan masih tingginya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian,” tutur Alghif.

Menurut Alghif, transformasi ekonomi yang belum tercapai juga tercermin pada pilihan kelembagaan pertanian, khususnya dalam bentuk koperasi.

Alghif berharap koperasi menjadi wadah bagi para petani untuk bersatu.

Namun, perubahan fokus dari komoditas tunggal ke multiple commodity telah mengurangi fokus koperasi, mengarah pada kebergantungan pada bantuan pemerintah.

Kondisi ini, kata Alghif, membawa dampak negatif bagi petani ketika arah pembangunan pemerintah berubah dan pasar global tanpa batas serta persaingan dengan perusahaan besar atau multinasional menuntut kelembagaan yang kuat bagi para petani.

Tantangan anak muda

Salah satu sorotan penting adalah minimnya minat generasi muda terhadap sektor pertanian karena kurang sesuainya dengan ekspektasi dan budaya mereka saat ini.

Alghif mengungkapkan bahwa budaya kebebasan dan teknologi tinggi sulit diterapkan dalam sektor pertanian yang terbatas oleh lahan dan daya tarik finansial yang rendah.

Namun, Alghif percaya bahwa koperasi pertanian bisa menjadi solusi dengan mempertemukan produsen atau petani dan generasi muda.

Dia menekankan pentingnya mengubah paradigma koperasi, menjadikannya tempat bisnis yang menarik bagi anak muda, melibatkan mereka dalam transformasi industri pertanian.

Selain itu, Alghif juga mengusulkan beberapa model koperasi yang bisa menarik minat generasi muda.

Misalnya koperasi model generasi baru, koperasi multipihak, dan platform cooperative yang melibatkan teknologi digital.

“Dengan adanya kemampuan produksi dan ide-ide inovatif dari generasi muda, koperasi pertanian dapat menjadi jembatan untuk transformasi industri pertanian yang lebih maju, mendorong hilirisasi, dan komersialisasi produk pertanian,” tegas Alghif.

Melalui perubahan paradigma dan keterlibatan generasi muda, harapannya adalah koperasi pertanian dapat menawarkan kesempatan yang menarik bagi para pemuda yang ingin berkontribusi pada pertanian serta menghasilkan kesejahteraan bagi petani.

Alghif menegaskan pentingnya menghidupkan kembali peran pertanian dalam kehidupan manusia.

Ia pun merujuk pernyataan Ibnu Khaldun yang mengatakan bahwa pertanian adalah keahlian tertua yang menyempurnakan kehidupan manusia.

Seperti biasa, di samping penggagas Roni Tabroni, Mimbar Iqra UM Bandung ini juga dihadiri puluhan mahasiswa hingga perwakilan tenaga kependidikan.

Kajian rutin berjalan santai dan serius sembari ditemani kudapan tradisional khas Sunda.***(FA)

Administrator

Dosen UNPAD Soroti Isu ESG Dalam Sustainable Finance di Mimbar Iqra UM Bandung

UMBANDUNG.AC.ID, Bandung – Ketua Pusat Studi Manajemen dan Bisnis FEB UNPAD Yudi Ahmad Faisal mengatakan bahwa tema yang berkaitan dengan sustainable finance atau keuangan yang berkelanjutan saat ini sedang banyak dikaji dan dikembangkan.

”Sustainable finance merupakan paradigma baru dan bagi saya ini bidang yang menarik karena belum banyak orang yang masuk,” tutur Yudi saat menjadi pemateri dalam Mimbar Iqra edisi kedua yang berlangsung di Ruang Pertemuan lantai 5 UM Bandung pada Selasa (29/08/2023).

Para pakar di belahan dunia, kata Yudi yang juga dosen UNPAD, sebetulnya sudah menyarankan untuk mengubah paradigma sistem keuangan.

Kenapa perlu visi baru dalam pengembangan sistem keungan? Apakah ada yang salah dengan sistem keuangan sekarang?

Yudi lantas mengutip pendapat Joseph E Stiglitz (salah satu penerima Nobel bidang Ekonomi) yang mengatakan bahwa market economy (ekonomi pasar) pada kenyataannya belum berhasil memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat saat ini.

Kata Josep E Stiglitz justru market economy berpotensi memberikan ekonomi yang destruction.

”Kalau kita melihat global financial crisis, ini terjadi hampir per satu dekade. Dalam setiap sepuluh tahun itu ada saja. Misalnya dulu ada krisis moneter. Ada dua isu kenapa global financial crisis ini muncul. Pertama, isu governance (tata kelola). Kedua, isu pengembangan instrumen-instrumen keuangan yang spekulatif,” kata Yudi.

Menurut Joseph E Stiglitz bahwa dominan view dari pengembangan keuangan ini adalah bagaimana instrumen dan sistem keuangan memaksimalkan kekayaan para pemegang saham.

Pertanyaannya, kata Yudi, kalau dikaitkan dengan konteks saat ini, berapa persen orang Indonesia yang menguasai 90 persen kekayaan Indonesia?

Kata Yudi, mungkin masih di kisaran angka 2 hingga 5 persen saja.

Hal ini kata Yudi cukup berbahaya. Apalagi kalau paradigma keuangan adalah untuk memaksimalkan profit atau keuntungan para pemilik modal.

Kata Joseph E Stiglitz, ungkap Yudi, bisakah membuat sistem keuangan yang juga diarahkan kepada masyarakat secara umum dan kepada kebahagiaan mereka.

Pada satu sisi, Joseph E Stiglitz menyarankan untuk mengubah paradigma sistem keuangan saat ini. Ini adalah tantangan yang kemudian memuncul istilah sustainable finance.

”Jadi, ini termasuk jarang bahwa bagaimana sistem dan instrumen keuangan mulai diarahkan juga untuk memproteksi environment (lingkungan), sosial, dan governance (ESG). Dahulu boro-boro diarahkan seperti ini. Sekarang ESG ini istilahnya sedang happening,” imbuh Yudi.

Menurut Yudi, saat ini, para bankir, institusi keuangan, pemerintah yang punya dana, untuk membangun infrastruktur, sudah mulai diarahkan, mulai ada istilahnya intellectual tsunami, untuk meminta mereka mempertimbangan isu-isu yang berkaitan dengan ESG dalam memberikan pendanaan kepada project-project tertentu.

”Mungkin nanti kita akan sering mendengar istilah ESG. Jadi, sekarang bukan lagi berbicara corporate social responsibility (CSR), sudah jauh daripada itu, perusahaan saat ini bicaranya ESG. Hal ini harus diketahui juga terutama sektor keuangan yang nanti ingin masuk ke sektor-sektor aktivitas tersebut,” tandas Yudi.

”Saya berharap dari diskusi ini ada insight atau penambahan wawasan yang bisa dikembangkan dalam konteks keilmuan di UM Bandung,” pungkas Yudi yang juga Pengurus Pusat MES.

Mimbar Iqra edisi kedua ini dihadiri Wakil Rektor I UM Bandung Hendar Riyadi, Dekan FEB Ia Kurnia, inisiator Mimbar Iqra Roni Tabroni, para dosen, perwakilan mahasiswa dan tenaga kependidikan. Selepas pemaparan materi, narasumber dan peserta Mimbar Iqra pun berdiskusi terkait tema.***(FA)

Administrator

Dosen dan Mahasiswa Bioteknologi UM Bandung Menjadi Katalisator Dalam SENDI di SMA Muhammadiyah 4 Kota Bandung

UMBANDUNG.AC.ID, Bandung – Dalam upaya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mengenai pencegahan penyakit  menular seksual HIV/AIDS, mahasiswa prodi Bioteknologi UM Bandung menyelenggarakan Seminar Pengabdian Kepada Masyarakat di SMA Muhammadiyah 4 Kota Bandung pada Rabu (17/01/2024).

Seminar dengan tema “Sex Education Sejak Dini (SENDI)” ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, menambah pengetahuan, dan sebagai upaya pencegahan penyakit menular seksual HIV/AIDS dengan menanamkan nilai-nilai pancasila.

Misalnya, nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sebagai landasan.

Acara ini menjadi aksi nyata dari semangat mahasiswa Bioteknologi UM Bandung dalam menyuarakan pentingnya edukasi kesehatan seksual sejak dini di lingkungan pendidikan.

Dengan melibatkan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 4 Kota Bandung, mahasiswa Bioteknologi berharap dapat menekan angka  penderita HIV/AIDS pada remaja.

Pada seminar ini, turut hadir dosen prodi Bioteknologi Luthfia Hastiani Muharram dan Haryanto juga perwakilan mahasiswa Bioteknologi angkatan 2020.

Seminar ini juga disambut baik oleh pihak SMA Muhammadiyah 4 Kota Bandung.

Upaya pencegahan

Bandung merupakan kota dengan kasus HIV/AIDS tertinggi di Jawa Barat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, terdapat 31 kasus baru. Total kasus HIV/AIDS di Kota Bandung mencapai 2.428 kasus.

Dari 2.428 kasus tersebut, 2.014 berjenis kelamin laki-laki dan 414 berjenis kelamin perempuan.

Dengan kelompok umur 20-29 tahun  882 kasus dan kelompok umur 30-39 tahun mencapai 804 kasus.

Melihat tingginya kasus  HIV/AIDS di Bandung, mahasiswa Bioteknologi UM Bandung merasa perlu diadakan edukasi seks mengenai HIV/AIDS.

Selain itu, mahasiswa juga melihat masih banyak orang yang termakan informasi hoaks mengenai penyebaran HIV/AIDS. 

Menurut Haryanto, HIV menular dari ibu ke anak melalui proses melahirkan dan menyusui, hubungan seksual berisiko, produk darah, serta penggunaan jarum suntik yang tidak steril.

Kesetaraan hak

“Kesetaraan hak menjadi aspek yang tidak kalah pentingnya dalam konteks ini. Sebagai manusia kita memiliki hak yang sama,” katanya.

“Hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan, hak untuk berpendapat, hak untuk mendapatkan pendidikan, dan masih banyak yang lainnya,” tambahnya.

Meskipun begitu, banyak masyarakat yang sering mengabaikan hak-hak tersebut. Banyak masyarakat yang mempunyai stigma buruk mengenai orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

Masyarakat kerap memandang mereka dengan sebelah mata. Padahal, pada dasarnya mereka sama saja seperti manusia lainnya. 

Dalam seminar kali ini, Haryanto mengajak para perserta untuk saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

Menurutnya, tindakan yang seharusnya dilakukan jika  mengetahui teman atau keluarga terinfeksi HIV/AIDS adalah dengan tidak menjauhi penderita.

“Kemudian menjaga informasi, memberinya dukungan, dan mengajaknya untuk memeriksakan diri ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan,” tuturnya.

Forum diskusi yang interaktif

Forum diskusi interaktif diadakan untuk membuka ruang bagi para siswa untuk bertanya dan berbagi informasi mengenai isu-isu kesehatan HIV/AIDS yang beredar saat ini.

Antusiasme para perserta terasa begitu kental sejak awal acara. Mereka tampak antusias untuk menggali pengetahuan baru pada seminar kali ini.

Salah satu momen menarik adalah ketika sesi tanya jawab dimulai. Banyak siswa yang berani mengajukan berbagai pertanyaan yang mungkin sebelumnya hanya mereka pertimbangkan sendiri.

Dalam suasana yang penuh tanggung jawab, para dosen Bioteknologi UM Bandung pun memberikan jawaban yang informatif dan mendidik kepada para siswa untuk mengobati rasa penasaran mereka.

Luthfia berpendapat bahwa HIV dan stunting memiliki keterkaitan. Pendapat tersebut juga didukung oleh data-data yang ada.

Menurut Luthfia, janin yang terinfeksi HIV/AIDS dari ibunya akan membuat fungsi tubuhnya menurun dan kemungkinan besar akan mengalami stunting. 

Stunting dan HIV/AIDS merupakan dua hal yang masih sulit ditangani pemerintah. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat menjadi salah satu alasan mengapa HIV dan stunting sulit ditangani oleh pemerintah.

“Peran keluarga, terutama ayah dan ibu sangat berpengaruh dalam mengatasi permasalahan tersebut. Ayah dan ibu harus memiliki kerja sama yang baik dalam membesarkan anak,” ungkapnya.

“Terutama bagi generasi muda agar menjaga akhlak dan pergaulan. Tidak ada seks yang aman kecuali dengan ikatan pernikahan,” tegasnya kepada peserta. 

Pesan dan kesan sekolah

Para siswa merasa seminar kali ini benar-benar mengubah pandangan mereka mengenai HIV/AIDS.

Sebelum seminar ini diadakan, mereka merasa masih banyak yang belum mereka ketahui dan masih banyak hoaks yang mereka percaya.

Oleh karena itu, pihak sekolah meminta diadakan lagi seminar dengan tema “Kenakalan Remaja dan Bahayanya Pergaulan Bebas” di SMA Muhammadiyah 4 Kota Bandung.

Dengan terselenggaranya seminar ini juga mahasiswa Bioteknologi UM Bandung berharap bisa menjadi semangat dan menginspirasi teman-teman lainnya untuk menyuarakan pentingnya edukasi seks sejak dini.

Hal tersebut penting dilakukan sebagai upaya menekan angka penularan HIV/AIDS di kalangan remaja dan meningkatkan pengetahuan mereka mengenai HIV/AIDS.***

Administrator

Inilah Pentingnya Amar Makruf Nahi Munkar Dalam Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Menurut Buya Cecep

UMBANDUNG.AC.ID, Bandung -- Wakil Dekan FAI Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung Cecep Taufikurrohman mengatakan bahwa mayoritas umat Islam di Indonesia menganut paham aqidah ahlussunnah wal jama’ah.

Termasuk juga di antaranya Muhammadiyah yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan.

Hal itu Buya Cecep—sapaan akrabnya—sampaikan saat mengisi materi Mimbar Iqra edisi keenam yang berlangsung di Balkon Lantai 4 UM Bandung pada Selasa (31/10/2023).

“Aqidah ahlussunnah wal jama’ah yang dianut mayoritas umat Islam di Indonesia, sangat cocok dengan watak masyarakat Indonesia yang ramah dan toleran. Hal ini yang menjadikan karakter umat Islam di Indonesia tidak sama dengan masyarakat Islam di tempat-tempat lain,” tutur Buya Cecep.

“Oleh karena itu, konsep dan paham lain, misalnya saja Syiah atau Khawarij, sangat tidak cocok diterapkan di Indonesia,” imbuh Buya Cecep.

Tidak boleh memberontak

Lebih jauh Buya Cecep menyampaikan beberapa keyakinan yang dianut dalam aqidah ahlussunnah wal jama’ah.

Antara lain tidak boleh memberontak kepada pemimpin yang sah, selama pemimpin tersebut tidak melakukan kekufuran yang nyata.

“Hanya saja, ahlussunah wal jama’ah bukan berarti diam ketika ada pemimpin yang berbuat tidak baik, sebab mereka mengimani kewajiban amar makruf nahi munkar," ungkap Buya Cecep.

"Dalam memahami amar makruf nahi munkar ini, terdapat dua golongan yang menafsirkannya secara ekstrem.

Pertama, mereka yang sama sekali tidak mau melakukan amar makruf nahi munkar (tafrith/ekstrem kanan) dengan dalih bahwa amar makruf nahi munkar akan menimbulkan bencara dan konflik," kata Buya Cecep.

"Sehingga mereka benar-benar tidak mau mengoreksi pemimpin yang keliru. Mereka berdalih dengan ayat-ayat yang melarang terjadinya kerusakan. Di antara yang meyakini pandangan ini adalah Murji’ah, Jabariyah, dan Syiah Imamiyyah," tegas alumnus Universitas Al-Azhar Mesir ini.

"Kedua, mereka yang menafsirkannya dengan cenderung ekstrem kiri (ifrath), yakni mereka membolehkan melawan dan memberontak kepada setiap pemimpin yang lalim. Mereka adalah Khawarij, Mu’tazilah, dan sebagian Syiah Zaidiyyah dan Ismailiyyah," terang Buya Cecep.

"Adapun ahli sunnah, mereka menerapkan amar makruf tersebut secara seimbang, berada di antara dua kutub ekstrem tersebut. Oleh karena itu, ahlussunnah berkeyakinan mereka tidak memberontak kepada pemimpin yang sah, selama pemimpin tersebut tidak melakukan kekufuran yang nyata,” tandas Buya Cecep.

Buya Cecep juga menambahkan bahwa kaum Sunni (ahlussunnah wal jama’ah) juga menghormati dan menghargai perbedaan keyakinan dan agama serta tidak boleh memaksakan keyakinan. Mereka juga tidak boleh serampangan dalam mengkafirkan ahli kiblat lainnya.

Piagam Madinah

Dalam konteks mengelola negara yang penduduknya heterogen, Buya Cecep menyinggung keberhasilan Piagam Madinah di zaman Rasulullah SAW sehingga dapat memberikan peraturan yang adil kepada seluruh penduduk Madinah, baik muslim maupun penganut agama lainnya.

“Saat Rasulullah SAW mendirikan negara Madinah, di sana bukan hanya ada umat Islam, melainkan ada Yahudi, Nasrani, dan kaum pagan. Meskipun demikian, keragaman tersebut tidak menjadikan penduduk Madinah bersitegang. Semua tunduk pada aturan dan kesepakatan yang dituangkan dalam Piagam Madinah," kata Buya Cecep.

"Piagam Madinah tersebut terdiri atas 47 pasal. Sebanyak 23 pasal mengatur hubungan antar umat Islam (Muhajirin dan Anshar). Sementara itu, 24 pasal mengatur tentang hubungan umat Islam dengan agama lain (Yahudi, Nasrani, dan Kaum Pagan),” pungkas Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Barat ini.

Tambahan informasi, selain penggagas Mimbar Iqra, Roni Tabroni, hadir juga pada kesempatan kali ini Wakil Rektor I UM Bandung, Kaprodi PAI, dosen, dan juga puluhan mahasiswa dari berbagai prodi.

Selesai pemaparan materi, peserta Mimbar Iqra pun terlibat diskusi dengan narasumber. Mereka berdikusi secara kritis seputar tema yang menjadi pemabahasan.

Diskusi Mimbar Iqra berjalan santai, serius, sambil ditemani dengan jagung, ubi, dan kacang rebus, ditambah dengan katimus, sehingga suasana tampak antusias.***(FA)

Administrator

Peran Orang Tua Kunci Dalam Pencegahan Kekerasan Seksual Terhadap Anak

UMBANDUNG.AC.ID, Bandung -- Dosen UM Bandung Esty Faatinisa mengatakan bahwa berdasarkan data kasus pelecehan atau kejahatan seksual kepada anak, ternyata pelakunya cenderung orang dekat dengan korban.

”Ini menjadi miris dan memprihatinkan tentunya. Harus ada upaya-upaya agar pelecehan dan apalagi kekerasan seksual terhadap anak tidak terjadi,” ujar Esty di kampus UM Bandung belum lama ini.

Esty menjelaskan, satu di antara upaya agar pelecehan seksual tidak terjadi terhadap anak, yakni dengan cara orang tua memberikan edukasi seputar seks kepada anak-anaknya sejak dini.

Anak harus diberi pengetahuan misalkan mengenal tempat privat dan tempat umum. Kemudian anak juga diajari cara ganti pakaian atau membuka area privasi dilakukan di kamar sendiri (kalau di rumah).

”Jadi, anak diberi pengetahuan dan diajari mengenai apa yang harus dilakukan terkait dengan dirinya sendiri. Kalau misalkan buka baju atau buka area privasi tubuhnya, maka harus di tempat privasi," kata Esty.

"Di mana saja tempat privasi itu? Nah, itu harus dijelaskan oleh orang tua kepada anak dari mulai usia dini sehingga mereka mengerti teknisnya, enggak hanya teori,” tutur Esty.

Lebih lanjut Esty mengatakan, hal kedua yang harus dilakukan yakni anak harus diberi tahu bagian mana saja dari tubuhnya yang termasuk privasi.

”Mana saja bagian tubuh yang bisa dan tidak boleh disentuh orang lain. Sampai kalau di tingkat anak usia dini, edukasi hal ini sampai ada nyanyiannya, jadi nyanyian tubuh yang tidak boleh dan yang bisa disentuh, semua itu harus diketahui oleh anak, tentu dengan bimbingan orang tua,” ujar Esty.

Tuntunan Islam

Esty mengungkapkan bahwa sebetulnya dalam Islam, pendidikan seputar seks untuk anak di usia dini itu sudah tersirat dan diberlakukan sejak kecil.

Contohnya, anak sudah pisah dari ayah-ibunya dari umur dua tahun dan idealnya sudah harus punya kamar sendiri. Kemudian, jangan disatukan antara kakak laki-laki dan adik perempuan atau sebaliknya.

”Kelihatannya hal tersebut sederhana, tetapi sejatinya memang harus seperti itu, mereka harus punya ranah privasi masing-masing walaupun di rumah sendiri sehingga mereka akan terbiasa dan bisa memahami,” ungkap Esty.

Islam sudah mengatur mengenai keharusan menutup aurat. Oleh karena itu, harus diperkenalkan kepada anak apa itu aurat dan batasannya. Tidak boleh aurat itu dipertontonkan kepada orang lain.

Misalkan anak laki-laki tidak boleh mempertontonkan auratnya kepada anak perempuan ataupun  sebaliknya. Semua itu adalah teknis, ujar Esty, tetapi itu kadang-kadang tidak diketahui dan dipahami.

”Kita juga sebagai orang tua, kan kalau anak kita, misalnya saat renang, terus ganti bajunya di tempat umum, padahal di situ ada toilet khusus atau ruang ganti pakaian, sebetulnya itu tidak boleh. Orang tua harus disiplin. Ganti baju anak ya harus di sana (kamar ganti khusus) dan orang tua harus mendampinginya,” kata Esty.

“Apabila orang tua tidak disiplin, anak-anak akan merasa bahwa buka pakaian di tempat terbuka juga ternyata tidak apa-apa. Seakan-akan menjadi pembenaran bahwa kalau buka pakaian di mana saja itu boleh-boleh saja,” ujar Esty.

Di samping memberi anak pengetahuan mengenai pendidikan seks, hal yang tidak kalah penting menurut Esty yakni menstimulasi anak agar memiliki sikap asertif (tegas menolak).

Hal ini yang memang agak kurang (diajarkan) karena ada kebiasaan budaya timur yang enggak enakan, manut, susah untuk bilang "enggak, aku enggak suka," misalkan, padahal itu harus diajarkan tentu dengan adab-adab tersendiri.

Soal kurikulum

Bicara lebih jauh mengenai tindakan pencegahan agar pelecehan seksual bisa dicegah, Esty menilai seharusnya ada langkah konkret bahwa pendidikan seks sejak dini itu sudah masuk dan terintegrasi dengan kurikulum.

”Integrasi kurikulum itu apa? Sebetulnya sudah ada sih kalau kita sebagai guru bisa jeli. Ada tema ‘diriku’ kalau di TK, SD, di situ bisa dibilang tadi bahwa ‘tubuh saya ini miliki saya yang mana saja sih’, kan itu bentuk pengenalan juga,” ungkap Esty.

Berkaca kepada kasus pelecehan seksual terhadap anak yang akhir-akhir ini mengemuka, khususnya yang sangat menghebohkan yang terjadi di boarding school di Kota Bandung, Esty mengajak semua pihak menyadari kasus semacam itu bisa terjadi di lingkungan terdekat dan melibatkan orang dekat.

”Bahkan kasus pelecehan seksual terjadi di lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak-anak selain rumah mereka," kata Esty.

"Satu di antara upaya mencegah hal itu terjadi yakni dengan keterlibatan orang tua dalam mengedukasi anak-anaknya sedini mungkin mengenai pendidikan seks dan juga mengenali tubuhnya sendiri. Tentu tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus ada keterlibatan dan kerja sama semua pihak,” pungkas Esty.***(FK/FA)

Administrator

Kaprodi Pendidikan Agama Islam UM Bandung Soroti Kelebihan dan Hambatan Pemanfaatan Teknologi AI di Bidang Pendidikan

UMBANDUNG.AC.ID, Bandung – Kaprodi PAI UM Bandung Iim Ibrohim mengatakan bahwa kecanggihan teknologi artificial intellegence (AI) atau kecerdasan buatan merupakan salah satu inovasi dari pengembangan IPTEK yang luar biasa.

Manfaat AI saat ini, kata Iim, dapat dirasakan oleh banyak umat manusia. Para pendidik juga sejatinya dituntut mampu mengambil sisi positif dari kehadirannya.

“Pada beberapa aspek, unsur kognitif, misalnya, penggunaan teknologi AI dipastikan akan lebih mempermudah dan mempercepat pencapaian pendidikan. Selain itu, kreativitas juga pastinya dapat terbangun,” ujar Iim di kampus UM Bandung pada Rabu (10/01/2024).

Siap tidak siap, tambah Iim, sistem pendidikan tetap harus terus berupaya untuk mempersiapkan diri dengan baik. Penggunaan kecanggihan teknologi AI tentunya dapat dilakukan cecara bertahap dengan memperhatikan modal yang dimiliki, salah satunya SDM.

SDM dan fasilitas belajar menjadi kunci pemanfaatan perangkat teknologi. Namun, kata Iim, ada prinsip yang harus menjadi catatan bahwa ma la yudraku kulluhu la yutraku kulluhu, yakni jika belum mampu secara semuanya, jangan ditinggalkan semuanya.

“Kita dapat memanfaatkan teknologi sesuai dengan potensi yang dimiliki. IPTEK itu terus berkembang dan globalisasi terus menerjang. Oleh karena itu, kita harus terus berupaya untuk berlayar dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman,” tutur Iim.

Lebih jauh, Iim menerangkan bahwa generasi Z atau milenial memang dilahirkan pada era teknologi dan akrab dengan hal itu. Berbeda dengan generasi Y, X, apalagi Babyboomer.

Idealnya cara belajar mereka, kata Iim, baik di sekolah maupun luar sekolah, dengan memaksimalkan kecanggihan teknologi seperti yang berkembang saat ini.

Namun, perlu dicatat bahwa memaksimalkan teknologi dalam pembelajaran baru pada aspek tertentu saja. Belum bisa pada semua aspek pencapaian.

“Aspek lainnya seperti apektif dan live together tentu dibutuhkan penjiwaan tulus dari para pendidik,” ujar Iim.

Terkait konsep ideal yang dapat dilakukan oleh para penyelenggara pendidikan, lanjut Iim, tentu dengan memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki. Termasuk teknologi.

Bagi sekolah yang SDM dan fasilitas belajarnya sudah mumpuni, pada beberapa aspek, baik itu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut dapat memaksimalkan kehadiran teknologi.

Iim menjelaskan bahwa keberadaan teknologi merupakan anugerah yang harus dimanfaatkan dengan baik oleh insan pendidikan saat ini.

Para penyelenggara pendidikan juga dapat memilih dan memilah mana yang sekiranya bagus.

“Dari delapan standar pendidikan itu, mana yang dapat dimaksimalkan untuk pemanfaatan AI dan mana yang perlu penguatan secara manual. Bagi sekolah yang belum siap, terlebih takut dengan dampak negatifnya, dapat melakukan sesuai dengan proporsinya,” tandas Iim.

Meski kecanggihan teknologi, AI, misalnya, saat ini bisa menunjang pendidikan, Iim mengingatkan pegiat pendidikan agar tetap hati-hati dengan dampak negatif. “Maslahat dan madaratnya harus terus diperhatikan dengan saksama tanpa melupakan fitrah dasar siswa yang telah dilahirkan pada abad 21 ini,” pungkas Iim.***(FA)

Administrator