
Roni Tabroni Luncurkan Buku “Haji Fachrodin: Lokomotif Literasi dan Pers Islam” di Yogyakarta
UMBANDUNG.AC.ID, Yogyakarta -- Dosen UM Bandung sekaligus Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah Roni Tabroni meluncurkan buku berjudul Haji Fachrodin: Lokomotif Literasi dan Pers Islam di Grha Suara Muhammadiyah pada Senin (12/08/2024).
Roni menjelaskan bahwa ketertarikannya mendalami sosok Haji Fachrodin berawal dari keterlibatannya dalam penyelenggaraan Fachrodin Award--sebuah penghargaan yang diberikan kepada karya jurnalistik terbaik yang mengangkat sejarah dan aktivitas lokal Muhammadiyah.
Menurut Roni, Haji Fachrodin bukan hanya seorang Pahlawan Nasional, tetapi juga simbol gerakan pers dan literasi di Muhammadiyah.
“Fachrodin Award digagas untuk menghargai karya jurnalistik yang merekam sejarah dan perjuangan Muhammadiyah, terinspirasi oleh semangat literasi yang telah ditanamkan oleh Haji Fachrodin,” jelasnya seperti dikutip dari muhammadiyah.or.id.
Dari keterlibatannya dalam Fachrodin Award, Roni semakin terdorong untuk mendalami lebih jauh sosok Haji Fachrodin, yang akhirnya menginspirasinya untuk menulis buku ini.
Inspirasi utamanya berasal dari buku karya Muarif berjudul Benteng Muhammadiyah: Sepenggal Riwayat dan Pemikiran Haji Fachrodin.
Buku tersebut memberikan banyak gagasan dan dorongan bagi Roni untuk menulis tentang sosok yang lahir pada tahun 1890 ini, dengan fokus pada perannya sebagai tokoh literasi dan pers Islam.
Roni menekankan bahwa meskipun Haji Fachrodin lahir di lingkungan yang dekat dengan tradisi Keraton, sejak dini ia sudah menunjukkan sikap anti-feodalisme.
Fachrodin dikenal sebagai sosok multitalenta—pengusaha, politisi, penggerak, dan pendakwah.
Namun, Roni memilih untuk menonjolkan Fachrodin sebagai tokoh pers dan literasi dalam bukunya.
“Saya ingin menekankan peran Fachrodin sebagai tokoh pers, terutama pers Islam,” tambah Roni.
Nama Haji Fachrodin sering disejajarkan dengan tokoh pers nasional lainnya seperti Tirto Adhi Soerjo.
Keduanya dikenal sebagai jurnalis kritis terhadap kebijakan kolonial Belanda yang merugikan rakyat.
Namun, berbeda dengan Tirto, Fachrodin adalah tokoh pers yang mendasarkan perjuangannya pada perpaduan nilai-nilai keindonesiaan dan keislaman.
Meskipun Fachrodin wafat pada usia 39 tahun, warisan literasi dan jurnalisme yang ia tinggalkan tetap hidup. Ia tidak hanya mahir menulis, tetapi mampu memimpin berbagai institusi media.
Selain Suara Muhammadiyah, Fachrodin juga aktif dalam beberapa media lainnya seperti Dunia Bergerak, Medan-Moeslimin, Islam Bergerak, dan Bintang Islam, yang semuanya berperan penting dalam menyuarakan aspirasi umat Islam dan perjuangan nasional.***