Berita

Teknologi Sebagai Jembatan Inklusivitas, Ace Somantri Tekankan Pembaruan Pendidikan Islam

UMBANDUNG.AC.ID, Bandung -- Dosen UM Bandung Ace Somantri mengatakan bahwa transformasi pendidikan tinggi Islam menjadi pendidikan Islam inklusif dan kompetitif merupakan sebuah keharusan untuk menghadapi tantangan di era modern. Menurutnya, dunia pendidikan Islam saat ini membutuhkan pendekatan revitalisasi yang menghormati tradisi, sekaligus mampu menjawab kebutuhan zaman.

Dalam paparannya, Ace menjelaskan bahwa lanskap pendidikan Islam sedang mengalami perubahan signifikan. Oleh karena itu, perlu adanya pembaruan pendidikan Islam yang tidak hanya fokus pada tradisi, tetapi juga mampu mengintegrasikan modernitas agar dapat mencetak generasi yang berdaya saing.

”Keseimbangan antara spiritualitas dan intelektualitas menjadi kunci utama dalam pendidikan Islam masa kini,” ujar Ace saat menjadi salah satu narasumber dalam seminar internasional yang digelar oleh prodi Pendidikan Agama Islam UM Bandung di Auditorium KH Ahmad Dahlan pada Senin (16/12/2024).

Ace menekankan bahwa pemikiran kritis dan sikap inklusif harus ditanamkan dalam sistem pendidikan Islam. Menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan inkuiri, menurutnya, akan mendorong peserta didik menjadi individu yang lebih mandiri dan inovatif. ”Kita tidak bisa hanya berkutat pada pembelajaran konvensional. Kemajuan hanya akan tercapai jika ada keberanian untuk berubah dan beradaptasi,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Ace menyoroti pentingnya pemanfaatan teknologi dalam pendidikan Islam. Teknologi, menurutnya, dapat mempermudah akses pembelajaran dan menjangkau lebih banyak kalangan. Dengan teknologi, pendidikan Islam bisa menjadi lebih inklusif dan membuka ruang bagi dialog pemahaman antaragama.

Selain itu, Ace juga menekankan perlunya keseimbangan antara modernitas dan tradisionalitas dalam sistem pendidikan Islam. ”Integrasi antara keduanya akan menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi memiliki karakter dan nilai spiritual yang kuat,” katanya.

Dalam visinya, pendidikan tinggi Islam diharapkan mampu memberdayakan individu, memperkuat komunitas, serta menumbuhkan masyarakat yang berkemajuan dan harmonis. Ace optimis jika pendekatan ini diterapkan, pendidikan Islam akan mampu menjawab tantangan dan dinamika zaman.

”Tantangan ini harus kita lihat sebagai peluang untuk melakukan pembaruan. Pendidikan Islam yang inklusif akan membuka pintu dialog antaragama yang lebih luas dan memperkuat nilai-nilai toleransi di tengah masyarakat,” ujar Wakil Ketua PWM Jawa Barat ini.

Doktor lulusan Universitas Islam Nusantara ini menutup pemaparannya dengan harapan bahwa transformasi pendidikan Islam akan membawa manfaat bagi kemajuan bangsa. Menurutnya, adaptasi modernitas yang dipadukan dengan tradisi luhur Islam dapat menciptakan sistem pendidikan yang unggul, inklusif, dan berkelanjutan.

Acara ini juga terlaksana atas kolaborasi dengan Institut Agama Islam (IAI) Persis Bandung. Lebih dari tujuh ratus mahasiswa UM Bandung dan IAI Persis hadir di auditorium termasuk yang berpartisipasi melalui saluran Youtube dan Zoom.***(FA)

Administrator

Generasi Muda Harus Jadi Motor Penggerak Filantropi Islam di Era Digital

UMBANDUNG.AC.ID, Bandung -- Dosen Prodi Ekonomi Syariah UM Bandung Yudi Haryadi mengatakan bahwa filantropi Islam memainkan peran penting dalam mendukung kesejahteraan umat melalui berbagai instrumen, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Pernyataan tersebut disampaikan dalam program Gerakan Subuh Mengaji (GSM) Aisyiyah Jawa Barat yang digelar pada Selasa (10/12/2024).

Dalam paparannya, Yudi menjelaskan bahwa filantropi Islam memiliki pilar utama, yakni zakat sebagai kewajiban, infak dan sedekah untuk kebutuhan sosial, serta wakaf produktif sebagai investasi jangka panjang. ”Potensi ZISWAF di Indonesia sangat besar, bahkan pada 2021 diperkirakan mencapai Rp500 triliun. Namun, optimalisasi dan edukasi yang terus-menerus sangat diperlukan,” ungkapnya.

Ia juga menekankan pentingnya peran generasi muda dalam mengembangkan filantropi Islam, terutama di era digital saat ini. Menurutnya, teknologi menjadi peluang besar untuk mendorong kontribusi filantropi melalui berbagai platform digital seperti crowdfunding zakat. ”Generasi muda harus mampu memanfaatkan teknologi untuk memberdayakan umat, sekaligus menjawab tantangan seperti individualisme dan konsumerisme,” tambah Yudi.

Yudi juga memaparkan bahwa filantropi Islam dapat mengurangi kemiskinan, mendorong keadilan sosial, dan memberdayakan sektor ekonomi mikro. Ia menyebutkan bahwa lembaga pengelola ZISWAF harus mengedepankan transparansi, efisiensi, dan manajemen modern agar mampu memberikan dampak yang lebih besar.

Dalam kesempatan itu, Yudi mengingatkan bahwa pendidikan dan pemberdayaan ekonomi harus menjadi fokus utama dalam pengelolaan filantropi Islam. ”ZISWAF tidak hanya dana sosial, tetapi investasi untuk masa depan umat,” tegasnya.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya sinergi antara lembaga pendidikan, sektor bisnis, dan organisasi pengelola filantropi. Dengan sinergi tersebut, program pemberdayaan dapat berjalan lebih efektif sesuai dengan peta potensi dan kebutuhan masyarakat.

Peserta GSM yang mayoritas merupakan aktivis Aisyiyah dan Muhammadiyah antusias mengikuti diskusi interaktif yang membahas strategi pengelolaan filantropi, tantangan dalam penghimpunan ZISWAF, dan bagaimana cara meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola.

Melalui acara ini, diharapkan khususnya generasi muda dapat lebih sadar akan pentingnya nilai-nilai kedermawanan Islam dalam menjawab tantangan sosial dan ekonomi. ”Bersama kita bisa membangun ekonomi umat yang lebih kuat dan berkelanjutan,” tutup Yudi.***(FA)

Administrator

Merespons Perubahan Model KH Ahmad Dahlan

Oleh: Dadang Kahmad (Ketua BPH UM Bandung)

UMBANDUNG.AC.ID -- Kalau membaca pesan KH Ahmad Dahlan yang berbunyi, ”Muhammadiyah sekarang ini, lain dengan Muhammadiyah yang akan datang, maka teruslah kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan di mana saja. Jadilah guru, kembalilah ke Muhammadiyah; jadilah mester, insinyur, dan lainnya, dan kembalilah kepada Muhammadiyah,” terkandung minimal tiga pelajaran penting. Pertama, anstisipasi perubahan. Kedua, respons perubahan dengan llmu pengetahuan. Ketiga, ajakan ikut aktif memajukan Muhammadiyah.

KH Ahmad Dahlan menyadari betul tentang adanya perubahan sosial dan beliau memahami bahwa masyarakat manusia itu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Di dunia ini tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri.

Persyarikatan Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan terikat oleh hukum perubahan tersebut sebagaimana dialami sekarang ini. Pada zaman abad kedua Muhammadiyah, kondisi sosial yang dihadapi oleh Muhammadiyah sangat jauh berbeda dengan kondisi waktu organisasi tersebut didirikan.

Perubahan sosial merupakan keniscayaan bagi masyarakat dan merupakan fenomena peralihan yang mengubah tata kehidupan masyarakat secara terus-menerus mengikuti sifat masyarakat yang dinamis. Hakikatnya manusia tidak bisa berhenti pada satu titik tertentu sepanjang masa. Artinya, mereka akan selalu mengalami perubahan, baik itu perubahan yang cepat atau lambat, maupun perubahan yang kecil atau besar.

Oleh karena perubahan tidak bisa dihindari, satu-satunya cara ialah dengan mengantisipasi perubahan tesebut. Menurut Kiai Ahmad Dahlan, perubahan tersebut harus dihadapi dan diantisipasi dengan menguasai ilmu pengetahuan. Beliau sangat luar biasa dalam melihat masa depan, sesuai dengan ramalan para ahli sosial bahwa masa depan itu merupakan masa penggunaan ilmu pengetahuan.

Mistik, magis, dan religi akan makin terpinggirkan oleh peranan ilmu pengetahuan. Sebab hanya dengan ilmu pengetahuanlah masyarakat bisa mengatasi dampak dari perubahan yang terjadi. Atau dengan kata lain ilmu pengetahuan bisa memberi solusi bagi manusia dalam menghadapi masa depan.

Pada abad kedua Muhammadiyah, kemajuan ilmu pengetahuan sangat luar biasa. Ilmu pengetahuan dan teknologi menguasai hampir setiap aspek kehidupan pada zaman ini. Terutama kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan informasi.

Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi menjadi pemantik terjadinya perubahan sosial di segala bidang. Manusia sekarang dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi selalu berhubungan dengan peralatan hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan.

Untuk mengantisipasi perubahan tersebut, para aktivis Muhammadiyah dianjurkan beradaptasi dengan perubahan tersebut. Bahkan sangat dianjurkan untuk berkreasi dan berinovasi untuk menciptakan peralatan dan cara baru dalam gerakan dakwah sehingga hasilnya bisa efektif dan menjadi pelopor dalam perubahan tersebut.

Dengan cara demikian, dakwah Muhammadiyah akan terus bisa hidup di berbagai zaman, baik lampau, kini, maupun masa datang sehingga Muhammadiyah terus memberikan manfaat bagi manusia sepanjang masa.

Kiai Ahmad Dahlan mengajak kembali ke Muhammadiyah untuk menegaskan bahwa Muhammadiyah perlu kader berkualitas tinggi dalam menghadapi tantangan perubahan yang tidak bisa dihindari. Kader yang menguasai ilmu pengetahuan itulah yang dibutuhkan untuk mengisi ruang dakwah yang makin lama makin membesar dan meluas yang berubah dari waktu ke waktu.***

Sumber: Suara Muhammadiyah edisi 16-30 November 2024

Administrator

Herry Suhardiyanto: Kebersamaan dan Profesionalisme, Pilar Koperasi UM Bandung

UMBANDUNG.AC.ID, Bandung -- Rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung Herry Suhardiyanto mengatakan bahwa koperasi kampus memiliki peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan dosen dan tenaga kependidikan. 

Pernyataan ini disampaikan Rektor dalam acara pemilihan kepengurusan baru Koperasi Syariah Berkah Madani UM Bandung periode 2025-2028 yang digelar pada Selasa (10/12/2024). Acara tersebut juga menjadi ajang pelaporan pertanggungjawaban program kerja pengurus koperasi periode sebelumnya.

Rektor menekankan bahwa koperasi harus dikelola dengan rasa kebersamaan yang tinggi karena setiap anggota memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan. Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya profesionalisme dalam menjalankan koperasi. “Perlu adanya pengawalan dalam setiap proses bisnis yang dijalankan agar bisnis koperasi UM Bandung tetap sehat dan menguntungkan,” tambah Rektor.

Rektor menegaskan bahwa keseimbangan antara kebersamaan dan profesionalisme merupakan dua kunci untuk menjaga keberlanjutan koperasi. “Penting untuk menjaga keseimbangan antara kebersamaan dan profesionalisme agar Koperasi Berkah Madani UM Bandung terus berkembang,” tegas Rektor. Herry menyatakan keyakinannya bahwa koperasi ini mampu memberikan kontribusi positif bagi komunitas kampus dan masyarakat luas.

Tidak sekadar cari untung

Ketua Koperasi Syariah Berkah Madani periode sebelumnya Dwi Mukti Wibowo turut memberikan laporan dan pandangannya terkait pengelolaan koperasi selama kepemimpinannya. Ia menekankan bahwa koperasi tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi mengedepankan prinsip humanisme. 

“Sejatinya koperasi ini tidak sekadar mencari keuntungan. Namun, semata-mata untuk kepentingan bersama dengan prinsip saling tolong-menolong yang mengutamakan aspek humanisme dalam menjalankan kepengurusan dan program-programnya,” kata Dwi.

Lebih lanjut, Dwi menyarankan agar margin suku bunga tetap rendah untuk meringankan beban para anggota. Ia juga mendorong diversifikasi usaha koperasi agar tidak hanya bergantung pada layanan simpan pinjam. “Hal ini perlu dilakukan agar margin suku bunga yang kita tetapkan tadi bisa di bawah dua persen,” ungkap Dwi.

Dwi juga memperkenalkan mekanisme blocking saving account sebagai langkah strategis para pengurus dalam pengelolaan dana koperasi. “Blocking saving account ini tentunya dapat kita gunakan sebagai cadangan dana jika ada anggota yang default atau tidak membayar selama satu atau dua bulan,” terang Dwi.

Selain laporan pertanggungjawaban, pemilihan kepengurusan baru koperasi menjadi momen penting untuk melanjutkan visi koperasi berbasis syariah ini. Dwi berharap pengurus yang baru dapat konsisten menjaga nilai-nilai syariah dan humanisme sekaligus meningkatkan kesejahteraan anggota.

Koperasi Syariah Berkah Madani UM Bandung telah menetapkan susunan kepengurusan baru untuk periode 2025-2028. Ridlo Abdillah terpilih sebagai Ketua dengan M Hilal Nu’man menjabat sebagai Sekretaris. Posisi Bendahara diemban oleh Ivonne Ayesha, sedangkan Agus Irmayanto menjabat sebagai Wakil Sekretaris dan Imam Nugraha sebagai Wakil Bendahara.***(FK)

Administrator

Jalan Panjang Menuju Efektivitas Pemerintahan

Oleh: Tati*

UMBANDUNG.AC.ID -- Balas budi politik dalam kontestasi menjadi satu hal lumrah dengan memberi jabatan menteri hingga tenaga ahli dan jabatan lain. Adapun aspek profesionalisme, kompetensi, dan kemampuan teknis menjadi pertimbangan sekunder. Akibatnya, elektoral berpotensi kehilangan kredibilitas dan setiap pemimpin diragukan integritasnya.

Manajemen SDM yang demikian acap memperburuk efisiensi pemerintah, terutama ketika ada aktor yang tidak memiliki keahlian di bidangnya diberi tanggung jawab untuk memimpin kementerian atau badan penting.

Pada 20 Oktober lalu, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Keesokan harinya, Selasa (21 Oktober), Presiden melantik jajaran menteri dan wakil menteri dalam Kabinet Merah Putih, yang mencatat sejarah baru dengan total anggota sebanyak 109 orang. Terdiri dari 7 menteri koordinator (menko), 41 menteri, 5 kepala lembaga, dan 56 wakil menteri. Sebelumnya, Kabinet Indonesia Maju hanya beranggotakan 60 orang, meliputi 34 menteri, 18 wakil menteri, dan 8 pejabat setingkat menteri.

Penambahan jumlah menteri di kabinet Prabowo tersebut terjadi setelah revisi Undang-Undang Kementerian Negara yang sebelumnya membatasi jumlah kementerian maksimal 34. Dengan demikian, Kabinet Merah Putih menjadi kabinet dengan jumlah anggota terbanyak sejak era Orde Baru hingga Reformasi. Selain itu, Presiden Prabowo juga turut dibantu oleh sejumlah utusan khusus dan penasihat khusus, yang merupakan hal baru dari kabinet sebelumnya.

Postur kabinet di Indonesia

Sejak awal kemerdekaan, postur kabinet Indonesia menjadi cerminan dari kompleksitas politik. Pada kabinet pertama Indonesia, menteri-menteri yang terpilih berasal dari berbagai latar belakang dan pandangan politik yang bertolak belakang. Hal ini mencerminkan semangat keberagaman, tetapi menghadirkan tantangan dalam mencapai keselarasan.

Memasuki era Orde Baru, konfigurasi kabinet berubah drastis. Golkar, sebagai kekuatan politik dominan, mengisi sebagian besar kursi kabinet. Namun, keseragaman pandangan politik di kabinet tersebut tidak serta-merta menjadikan pemerintahan efektif. Sebaliknya, muncul budaya birokrasi yang dikenal sebagai asal bapak senang (ABS), di mana efisiensi kerja digantikan oleh kepatuhan semu demi mempertahankan kekuasaan.

Setelah Reformasi, pembentukan kabinet kembali sarat nuansa bagi-bagi kursi. Alasannya menjaga keutuhan bangsa di tengah perbedaan. Tradisi ini berlanjut hingga pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, di mana konsep "kabinet pemersatu" menjadi status quo untuk menciptakan kementerian-kementerian baru. Dengan jumlah kementerian yang bertambah, alokasi "kue kekuasaan" juga semakin besar, yang tidak jarang memperbesar peluang inefisiensi.

Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 1999 membubarkan dua kementerian penting di era Orde Baru, yakni Departemen Sosial dan Departemen Penerangan. Gus Dur berpendapat bahwa peran negara dalam dua sektor tersebut sebaiknya dikurangi, memberikan ruang lebih besar bagi masyarakat untuk berperan aktif.

Meskipun niatnya menarik, kebijakan ini memicu protes luas karena kedua kementerian tersebut dianggap telah mengakar kuat dalam struktur pemerintahan. Akhirnya, pemerintahan setelah Gus Dur menghidupkan kembali kedua kementerian tersebut.

Dari sudut pandang sejarah, perampingan, penggemukan, reorganisasi, dan restrukturisasi kabinet bukanlah hal baru di Indonesia. Jumlah kementerian selalu berubah dari satu periode ke periode lainnya, bergantung pada kebutuhan politik dan ekonomi. Namun, persoalan utama yang perlu diperhatikan bukan hanya jumlah kementerian atau menteri, melainkan juga efisiensi, integritas, dan kejelasan fungsi dari setiap kementerian.

Struktur Kabinet Merah Putih

Prabowo menambahkan empat kementerian koordinator baru, yaitu Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan; Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan; Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat; dan Kementerian Koordinator Bidang Pangan. Sebaliknya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi di era Jokowi dihapus.

Setiap kementerian di kabinet Prabowo memiliki wakil menteri. Total wakil menteri mencapai 56 orang, ini meningkat drastis dari kabinet Jokowi yang hanya memiliki 18 wakil menteri.

Kemudian, Prabowo menciptakan posisi utusan khusus dan penasihat khusus masing-masing sebanyak tujuh orang, totalnya 14. Posisi ini diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 137 Tahun 2024. Utusan dan penasihat khusus bertugas menjalankan mandat tertentu dari presiden di luar tugas kementerian dan instansi pemerintahan.

Kabinet Merah Putih juga membentuk tiga badan baru untuk mendukung program pemerintah, yaitu Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, dan Badan Pengendalian Pembangunan dan Investigasi Khusus. Pembentukan badan-badan ini bertujuan meningkatkan efektivitas pelaksanaan program strategis pemerintah.

Penambahan jumlah kementerian dalam Kabinet Merah Putih, yang kini banyak dipecah menjadi dua hingga tiga kementerian, berpotensi menyebabkan pembengkakan anggaran dan tumpang tindih kewenangan. Kemudian, muncul permasalahan dalam proses integrasi tugas di setiap kementerian hingga memerlukan waktu lama untuk beradaptasi. Dalam target capaian 100 hari kerja pertama setelah pelantikan, tumpang tindih fungsi ini berdampak pada kinerja pemerintahan yang tidak maksimal karena adanya benturan fungsional antar-lembaga.

Tantangan integrasi kebijakan

Struktur baru Kabinet Merah Putih dikritik sebagai bentuk penggemukan birokrasi yang membutuhkan waktu panjang untuk mencapai efisiensi. Menurut Suko Widodo, pakar komunikasi politik Universitas Airlangga, semakin besar birokrasi, semakin sulit pula mencapai efektivitas. Ia menegaskan bahwa birokrasi yang ramping cenderung lebih unggul ketimbang struktur yang gemuk.

Penambahan kementerian juga berisiko menambah kerumitan koordinasi antar-lembaga. Dampaknya tidak hanya dirasakan di tingkat pusat, tetapi juga di tingkat daerah. Bertambahnya lembaga di tingkat daerah dapat memperburuk koordinasi antar-instansi yang pada akhirnya menghambat pencapaian tujuan pemerintah secara keseluruhan.

Pembentukan kabinet secara mayor oleh pemerintahan Prabowo Subianto dinilai berisiko mengganggu efektivitas pemerintahan, terutama di daerah-daerah. Wilayah yang baru dimekarkan menghadapi tantangan besar dalam membangun organisasi perangkat daerah (OPD) yang masih rapuh dan kurang siap untuk mendukung kebutuhan lokal.

Perhatian publik terhadap kabinet Merah Putih tidak hanya tertuju pada pemerintah pusat, tetapi pada daerah-daerah dengan birokrasi yang belum efisien. Papua, misalnya, mengalami kesulitan dalam restrukturisasi OPD yang semakin diperumit oleh struktur birokrasi pusat yang kompleks. Hal ini menghambat komunikasi, koordinasi, dan implementasi kebijakan yang sesuai kebutuhan lokal.

Contoh teknis dalam pembentukan daerah otonomi baru (DOB) membawa tantangan dalam reformasi birokrasi, seperti perencanaan yang belum optimal, pengelolaan keuangan daerah yang tidak transparan, pengadaan barang dan jasa yang rentan penyimpangan, serta lemahnya akuntabilitas dan pengendalian internal pemerintah.

Kondisi ini diperburuk oleh masalah sosial-ekonomi, seperti tingginya angka kelaparan dan kemiskinan. Selain itu, karakteristik aparatur sipil negara (ASN) berbeda di setiap wilayah lain di Indonesia.

Banyak keputusan birokrasi harus mempertimbangkan keselarasan dengan adat dan norma kesukuan setempat sehingga menghambat proses pengambilan keputusan karena kebijakan harus melalui diskusi panjang dengan pemangku adat.

Risiko utama dari pembentukan kabinet ialah munculnya kebijakan berlapis yang justru memperburuk efektivitas birokrasi di daerah, terutama di provinsi baru. OPD yang rapuh, ASN yang harus menyesuaikan dengan adat lokal, serta lambatnya proses pengambilan keputusan akan semakin terbebani oleh kebijakan pusat yang tidak spesifik dan tidak relevan.

Efektivitas standar pelayanan publik

Pelayanan publik merupakan inti dari keberadaan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat (Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 25 Tahun 2009), termasuk dalam bentuk barang, jasa, dan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara layanan.

Namun, hingga saat ini, persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik jauh dari harapan, contohnya dalam hal integrasi layanan, yang notabenenya masyarakat kerap mengulang administrasi yang sama antar-lintas instansi.

Dengan kondisi di atas dan penambahan jumlah pejabat di kabinet, muncul ekspektasi bahwa akan ada peningkatan responsivitas, transparansi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Namun, tantangan-tantangan berikut disesuaikan dengan kebijakan OPD secara hierarkis.

Kurangnya pemahaman terhadap UU Nomor 25 Tahun 2009 dan Permenpan Nomor 36 Tahun 2012 menjadi salah satu masalah untuk efisiensi birokrasi. Di sisi lain, komitmen pimpinan yang lemah juga menjadi hambatan serius.

Jumlah pejabat yang lebih banyak tidak menjamin adanya kepemimpinan yang mendorong pelayanan lebih baik. Tanpa kepemimpinan yang memberikan teladan dan fokus pada pencapaian target pelayanan, kualitas pelayanan publik tidak berubah signifikan.

Langkah strategis yang dapat dilakukan, antara lain, optimalisasi struktur kabinet dengan memastikan setiap posisi memiliki fungsi yang jelas dan relevan untuk mendukung pelayanan publik. Selain itu, peningkatan kapasitas SDM melalui rekrutmen, pelatihan, dan promosi berbasis meritokrasi harus diterapkan agar pejabat yang menduduki posisi strategis kompeten dan berintegritas.

Penerapan standar pelayanan publik yang mencakup sistem, mekanisme, dan prosedur juga menjadi prioritas, dengan melibatkan masyarakat sebagai pengguna layanan untuk menciptakan tolok ukur yang jelas.

Kemudian, manajemen koordinasi dan komitmen pimpinan juga penting, di mana setiap pimpinan kabinet harus berperan sebagai motor penggerak reformasi pelayanan publik dengan menunjukkan kebijakan yang proaktif, ditambah dengan sistem pengawasan internal dan eksternal diperlukan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan pelayanan publik berjalan sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Reformasi birokrasi Kabinet Merah Putih

Saat ini, reformasi birokrasi menjadi kebutuhan mendesak dalam meningkatkan efektivitas pemerintahan pusat dan daerah. Reformasi harus diarahkan untuk menciptakan tata kelola yang efisien di tengah struktur kabinet yang melibatkan banyak kementerian dan posisi strategis.

Dalam konteks ini, reformasi tidak hanya menjadi kebutuhan teknis, tetapi juga langkah politik strategis untuk memastikan kabinet tetap fokus pada pencapaian good governance tanpa terjebak alasan adaptasi birokrasi dan tumpang tindih fungsi.

Perhatian yang perlu ditingkatkan ada pada pola pikir birokrat dan komitmen pemimpin. Misalnya, banyak birokrat yang menempatkan diri mereka sebagai penguasa, bukan sebagai pelayan publik. Hal ini tecermin dari pelayanan yang lambat, prosedur yang berbelit-belit, serta budaya afiliasi yang kuat, yang akan meruntun terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Kemudian, tanpa adanya komitmen yang kuat dari pemimpin, sulit untuk mewujudkan modernisasi birokrasi. Pemimpin yang memiliki visi reformasi diharapkan mampu menerapkan sistem informasi yang modern, menyederhanakan prosedur yang rumit, serta mempercepat pelayanan publik. Dengan komitmen yang kuat tersebut, pemimpin dapat mendorong terciptanya good governance dan clean government di lingkungan kerjanya masing-masing.

Hingga saat ini, masih terdapat kabupaten/kota yang belum melaksanakan reformasi birokrasi secara prosedural. Reformasi birokrasi pada dasarnya adalah langkah strategis untuk menata sistem penyelenggaraan pemerintahan agar menjadi lebih bersih, efektif, dan efisien.

Namun, tantangan dalam implementasi reformasi birokrasi tidak hanya terbatas pada pola pikir dan komitmen pemimpin, tapi juga diperkuat oleh isu-isu struktural yang muncul dalam birokrasi, seperti korupsi yang tetap menjadi masalah utama, terutama dalam konteks fenomena penggemukan kabinet.

Korupsi tetap menjadi masalah utama dalam birokrasi Indonesia dan semakin relevan dengan fenomena penambahan jumlah kementerian. Banyaknya posisi strategis di kabinet berpotensi meningkatkan risiko korupsi, baik dalam pengelolaan anggaran maupun dalam pengambilan keputusan. Dalam struktur kabinet yang tidak efektif, penyalahgunaan kekuasaan dapat lebih mudah terjadi sehingga reformasi harus memperkuat transparansi dan akuntabilitas di setiap lini pemerintahan.

Birokrasi yang lambat sering kali menjadi penghambat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Dengan kabinet yang lebih besar, proses administrasi cenderung semakin kompleks, memperlambat pengambilan keputusan yang berdampak langsung pada masyarakat. Reformasi birokrasi harus memastikan bahwa perluasan kabinet tidak mengurangi efisiensi pemerintahan, melainkan mempercepat pelaksanaan program strategis.

Tata kelola organisasi yang baik menjadi kunci dalam menciptakan kabinet yang efektif. Namun, penggemukan kabinet sering kali tidak diikuti dengan pembagian kewenangan yang jelas, baik di tingkat pusat maupun daerah. Reformasi birokrasi harus memastikan desentralisasi kewenangan dilakukan secara bijak sehingga fungsi organisasi tidak tumpang tindih.

*Ketua Bidang Advokasi Sosial dan Kebijakan Publik PWNA Jabar dan dosen prodi Administrasi Publik UM Bandung

Sumber: Media Indonesia edisi Rabu 4 Desember 2024

Administrator

UM Bandung Tingkatkan Intensitas Silaturahmi dan Promosi ke Berbagai Sekolah

UMBANDUNG.AC.ID, Bandung -- Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung terus memperluas promosi dan menjalin silaturahmi dengan berbagai sekolah di Bandung Raya dan Jawa Barat. Melalui Bagian Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) dan Promosi, UM Bandung secara aktif mengenalkan keunggulan dan peluang pendidikan tinggi kepada siswa-siswa sekolah menengah. Terbaru, UM Bandung mengunjungi sejumlah sekolah, yakni SMKN 9 Bandung, SMKN 13 Bandung, SMK Medikacom, SMKN 6 Bandung, dan SMKN 7 Bandung.

Kepala Bagian PMB dan Promosi UM Bandung Abdul Rohim menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya UM Bandung untuk membangun hubungan strategis dengan sekolah-sekolah di wilayah Bandung dan Jawa Barat. ”Kami ingin memastikan bahwa siswa-siswa di sekolah mengetahui potensi besar yang bisa mereka raih bersama UM Bandung,” ujarnya.

Dalam setiap kunjungannya, tim promosi UM Bandung menyampaikan informasi lengkap mengenai program studi, beasiswa, dan berbagai fasilitas unggulan yang tersedia. Rohim menegaskan bahwa UM Bandung menawarkan lingkungan belajar berbasis nilai-nilai islami dan inovasi teknologi, yang relevan dengan kebutuhan zaman.

”Kami berupaya memberikan informasi yang transparan dan detail agar siswa memiliki gambaran jelas tentang manfaat yang mereka dapatkan jika bergabung dengan UM Bandung. Harapannya, ini dapat membantu mereka memilih jalur pendidikan yang sesuai dengan cita-cita mereka,” tambah Rohim.

Selain itu, Rohim mengungkapkan bahwa UM Bandung juga menekankan pentingnya keterlibatan sekolah dalam membantu siswa mempersiapkan pendidikan tinggi. Menurutnya, kerja sama yang erat antara perguruan tinggi dan sekolah dapat menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih inklusif dan produktif.

Silaturahmi ini, menurut Rohim, bukan hanya sebatas promosi, tetapi juga merupakan bentuk kontribusi UM Bandung dalam membangun hubungan yang positif dan berkelanjutan dengan dunia pendidikan menengah. ”Kami ingin sekolah-sekolah di Bandung Raya dan Jawa Barat merasa dekat dengan UM Bandung sehingga ke depannya kolaborasi ini dapat memberikan manfaat besar bagi siswa,” jelasnya.

Ke depannya, UM Bandung berencana memperluas jangkauan promosi hingga ke daerah-daerah lain di Jawa Barat. Langkah ini dilakukan untuk memberikan akses informasi yang merata kepada siswa di berbagai wilayah. ”Kami percaya bahwa setiap siswa memiliki hak untuk mendapatkan akses pendidikan tinggi yang berkualitas,” pungkas Rohim.

Dengan semangat silaturahmi dan kolaborasi, UM Bandung optimis dapat terus menjadi pilihan utama bagi siswa di Bandung Raya dan Jawa Barat. Melalui langkah ini, universitas berkomitmen untuk tidak hanya meningkatkan jumlah mahasiswa baru, tetapi memberikan dampak positif bagi kualitas pendidikan secara keseluruhan.***

Administrator