Berita

Melalui Aksi Nyata, Muhammadiyah Tunjukkan Wajah Islam yang Damai dan Peduli

UMBANDUNG.AC.ID, Bandung -- Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah sekaligus Ketua Badan Pembina Harian (BPH) Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung Dadang Kahmad menegaskan pentingnya sikap moderat dalam beragama sebagai ciri utama ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin. 

Hal itu Dadang sampaikan dalam acara bedah buku “JI The Untold Story: Perjalanan Kisah Jemaah Islamiyah” yang digelar di Auditorium KH Ahmad Dahlan, UM Bandung, Sabtu (03/05/2025).

Dalam sambutannya, Dadang menilai bahwa buku tersebut merupakan karya penting yang menyoroti transformasi pemikiran kelompok keagamaan.

Ia menjelaskan bahwa pandangan keagamaan seseorang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengalaman hidup, kondisi sosial, dan lingkungan intelektual. 

“Pengalaman masa kecil, pendidikan, serta situasi keluarga sangat menentukan bentuk karakter dan sikap keberagamaan seseorang,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa individu yang tumbuh dalam lingkungan keras dan penuh tekanan cenderung menunjukkan sikap agresif atau mudah terpengaruh paham ekstrem.

“Rumah yang sesak, tekanan ekonomi, dan terbatasnya akses pendidikan bisa melahirkan pribadi yang frustrasi, dan ini menjadi lahan subur bagi ideologi radikal,” jelasnya.

Lebih lanjut, Dadang mengklasifikasikan sikap keberagamaan ke dalam tiga kategori utama. Pertama, radikal, yaitu merasa paling benar sendiri dan memusuhi pandangan berbeda.

Kedua, liberal, yang memandang semua agama benar tanpa membedakan prinsip dasar. Dan ketiga, moderat, yaitu jalan tengah yang dipegang teguh oleh Muhammadiyah. 

“Moderasi itu artinya merasa benar tapi tetap menghormati orang lain. Dunia ini milik bersama,” tegasnya.

Ia menegaskan bahwa nilai-nilai moderat telah menjadi bagian dari ideologi Muhammadiyah sejak awal berdiri. Sikap tersebut tidak hanya tertulis dalam dokumen, tetapi juga diwujudkan dalam tindakan nyata.

Salah satu contohnya adalah kehadiran Muhammadiyah melalui MDMC dalam membantu korban bencana tanpa memandang agama maupun suku. “Kita juga dirikan sekolah di Papua, NTT, dan daerah-daerah non-Muslim lainnya,” tambahnya.

Menutup penyampaiannya, Dadang mengajak mahasiswa dan generasi muda Muhammadiyah untuk meneruskan tradisi moderasi yang diwariskan KH Ahmad Dahlan.

“Kita hidup di tengah masyarakat majemuk. Maka dari itu, menjadi pribadi yang benar tapi tetap mencintai sesama adalah esensi dari Islam berkemajuan yang dibawa Muhammadiyah,” pungkasnya.***(FK)

Administrator

Aktif Secara Sosial dan Spiritual, Kunci Lansia Tetap Berdaya

UMBANDUNG.AC.ID, Bandung -- Usia senja bukanlah akhir dari segalanya, melainkan fase kehidupan yang tetap dapat dijalani dengan sehat, bahagia, berdaya, dan penuh berkah.

Hal ini disampaikan oleh dosen program studi Psikologi Universitas Muhammadiyah Bandung Nurlaela Hamidah dalam kajian Gerakan Subuh Mengaji (GSM) bertema ”Psikologi Lansia: Sehat, Bahagia, Berdaya, Berkah di Usia Senja” belum lama ini.

Dalam paparannya, Nurlaela menjelaskan bahwa periode dewasa akhir ditandai dengan penurunan fungsi fisik dan kognitif serta adanya perubahan peran sosial.

Lansia juga sering kali terjebak dalam stereotip negatif, seperti dianggap pelupa, membosankan, atau tidak produktif. 

”Sikap sosial terhadap lansia sangat bergantung pada budaya dan kelas sosial, dan hal ini kerap berpengaruh pada konsep diri lansia itu sendiri,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa lansia memiliki tugas-tugas perkembangan yang penting, seperti menyesuaikan diri terhadap pensiun, kehilangan pasangan, dan membentuk hubungan sosial yang memuaskan.

Keberhasilan dalam menjalani tugas-tugas ini akan berdampak positif terhadap kebahagiaan dan kesejahteraan psikologis para lansia.

Dalam konteks psikologis, lansia mengalami penurunan daya ingat dan kecepatan berpikir, serta cenderung lebih rentan terhadap emosi negatif seperti kesepian dan depresi.

Di Indonesia, diperkirakan sekitar 10 persen lansia mengalami depresi. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kesehatan fisik, kognitif, dan emosional melalui berbagai cara yang terintegrasi.

Nurlaela menyarankan sejumlah kiat praktis untuk menjaga kualitas hidup lansia, mulai dari aktivitas fisik ringan, konsumsi makanan sehat, hingga menjaga tidur dan manajemen stres.

Selain itu, ia menekankan pentingnya stimulasi kognitif, seperti menghafal ayat Al-Quran, membaca, berdiskusi, atau mengikuti kajian seperti GSM.

Ia juga mendorong lansia untuk terus menjalin hubungan sosial dengan bergabung dalam komunitas seperti Aisyiyah dan Muhammadiyah.

”Hubungan sosial yang aktif dapat meningkatkan kebahagiaan, mengurangi isolasi, serta memberi rasa tujuan dan makna hidup yang lebih besar,” imbuhnya.

Selain itu, lansia juga dianjurkan untuk menemukan makna dan keberkahan hidup melalui kegiatan spiritual dan amal.

Meningkatkan intensitas ibadah, berbagi pengalaman dengan generasi muda, dan tetap bersyukur atas setiap fase kehidupan diyakini dapat memperkuat kualitas mental dan spiritual lansia.

Dalam penutupnya, Nurlaela menegaskan pentingnya peran keluarga dan masyarakat dalam mendampingi lansia.

Dukungan emosional, akses terhadap layanan kesehatan, serta lingkungan yang ramah lansia sangat dibutuhkan agar para lansia tetap merasa dihargai, terjaga kesehatannya, dan berdaya di usia senja.***

Administrator

Ilmu Psikologi Bukan Studi Paranormal

Oleh: Nurlaela Hamidah*

MASYARAKAT pada umumnya melihat ilmu psikologi seperti ilmu paranormal. Mereka memandang ilmu psikologi bisa membaca sifat dan kepribadian seseorang, bahkan kadang-kadang bisa memprediksi kehidupan seseorang.

Kala itu, ketika awal masuk studi ilmu psikologi, ada beberapa orang iseng bertanya penuh antusias, "Tolong dong lihat saya! Bagaimana kepribadian saya? Terus saya orangnya seperti apa?" Mendengar pertanyaan itu, saya hanya bisa tersenyum sambil berujar kepada orang yang bertanya, "Memangnya saya paranormal!"

Sekilas percakapan itu mengingatkan ketika awal saya tertarik pada ilmu psikologi diawali dengan pengalaman pribadi saya yang saat itu bertemu seseorang yang senantiasa membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Dalam penyelesaian selalu memberikan motivasi dan nasihat bijaksana dan saat itu saya sering diarahkan untuk mampu menyelesaikan secara mandiri.

Sejak banyak berinteraksi dengan seseorang tersebut, hati bertekad untuk mengambil studi ilmu psikologi dengan tujuan, selain untuk mendapatkan pengetahuan tentang ilmu psikologi, berharap dapat membantu masalah-masalah yang dihadapi orang lain. Minimal memberikan dorongan moril, motivasi, dan perhatian.

Hal tersebut sangat dibutuhkan oleh orang-orang yang sedang bermasalah dengan kehidupannya secara psikologis. Harapan dan keinginan tersebut menjadi trigger untuk berusaha menyelami berbagai teori dan praktik studi di psikologi dari berbagai sumber yang relevan dengan disiplin ilmu psikologi.

Namun, lain cerita ketika faktanya beberapa semester belajar ilmu psikologi, kebanyakan referensinya menggunakan buku-buku psikologi Barat.

Beberapa content-nya pun banyak diambil dari pendekatan empiris masyarakat di Barat yang cukup kuat nilai filosofis kemanusiaannya berhaluan Barat. Struktur sosial budayanya cenderung mengikuti pola dan model yang dikembangkan di Barat.

Secara sosio-antropologis, ada konsekuensi terhadap pengembangan ilmu terapan psikologi yang diimplementasikan pada kehidupan masyarakat.

Di antara teori-teori psikologi Barat menekankan bahwa pembentukan suatu tingkah laku hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor kejiwaan, biologis, sosial, dan peradaban yang lebih humanis.

Ciptaan Allah yang sempurna

Paham humanisme menjelaskan bahwa pada dasarnya manusia itu baik dan memiliki potensi-potensi untuk mengaktualisasikan diri dalam bentuk tingkah laku.

Dalam Islam sangat jelas bahwa manusia ciptaan Allah SWT yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya.

Dalam diri manusia bukan hanya dilihat dari bentuk materi kemanusiaanya, melainkan ada sisi ketuhanannya yang mempengaruhi tingkah laku yang kerap muncul langsung ataupun tidak langsung dalam kehidupan manusia sehari-sehari dalam kondisi apa pun.

Sebagai seorang muslim, memahami manusia sudah pasti pendekatan tekstual Al-Quran dan As-Sunnah menjadi rujukan dan sandaran.

"Hendaklah kamu sekalian berpegang teguh pada Al-Quran ia sebagai pembuka dan penuntun karena sesungguhnya ia itu firman Allah semesta alam yang datang dari pada-Nya." (HR Ibnu Mardawaih dari Ali bin Abi Thalib).

Dari teks di atas, Rasulullah SAW menegaskan pentingnya melibatkan kemampuan untuk mengingatkan kekuatan spiritualitas. Namun, tetap dalam tinjauan keilmuan psikologis menjadi tools mempermudah proses diagnostiknya.

Diselesaikan secara mandiri

Dalam kondisi apa pun, menghadapi permasalahan psikologis dalam hidup disarankan penyelesaiannya dilakukan secara mandiri.

Selain melatih diri, juga memiliki pengalaman berharga yang kapan saja dapat diterapkan dalam kasus yang sama pada penyelesaian masalah yang dihadapi oleh siapa saja yang bermasalah.

Secara psikologis, manusia tidak mungkin dalam hidupnya tidak ada masalah. Sudah dipastikan selalu ada masalah, baik itu dengan suami, istri, anak, orang tua, saudara-saudara, maupun orang lain.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan ada masalah dengan dirinya sendiri yang sering tidak disadari oleh setiap orang. Memang berat ketika seseorang tidak menyadari ketika dirinya ada masalah karena dia akan mengalami kesulitan dalam pemecahan dan penyelesaian masalahnya.

Kiranya, interdisiplin ilmu penting dalam penyelesaian berbagai masalah hidup seseorang. Termasuk dalam kelompok atau komunitas manusia.***

*Dosen prodi Psikologi UM Bandung

Administrator

Mahasiswa Muhammadiyah Harus Jadi Generasi Pencerah dan Penjaga NKRI

UMBANDUNG.AC.ID, Bandung -- Rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung Herry Suhardiyanto menegaskan pentingnya mahasiswa memahami arah perjuangan bangsa Indonesia sekaligus menjauh dari pemikiran radikal yang bertentangan dengan nilai-nilai Muhammadiyah.

“Alhamdulillah hari ini kita dapat hadir dalam acara yang sangat penting, membedah kisah Jemaah Islamiyah yang tertuang dalam buku JI The Untold Story,” ujar Herry pada saat membuka acara bedah buku "JI The Untold Story: Perjalanan Kisah Jemaah Islamiyah" yang berlangsung di UM Bandung pada Kamis (15/05/2025).

Ia menyampaikan rasa syukur atas hadirnya pencerahan dan informasi akurat yang dikawal oleh Persyarikatan Muhammadiyah untuk membentengi generasi muda dari pemahaman yang menyimpang.

Herry menekankan bahwa sebagai bagian dari gerakan Islam yang mencerahkan dan memajukan semesta, Muhammadiyah terus menyuarakan pentingnya menjaga dan membangun bangsa.

"Konsep darul ahdi wa syahadah merupakan bentuk kesepakatan nasional, di mana Pancasila dan NKRI merupakan hasil konsensus seluruh masyarakat Indonesia,” jelasnya. Rektor UM Bandung juga mengingatkan bahwa kemerdekaan Indonesia diraih dengan semangat kebersamaan yang melampaui perbedaan agama, budaya, dan etnis.

Ia yakin bahwa melalui amal usaha dan kontribusi nyata, umat Islam—khususnya warga Muhammadiyah—mampu menghadirkan wajah Islam yang rahmatan lil alamin sebagaimana dicita-citakan oleh KH Ahmad Dahlan sang pendiri Muhammadiyah.

"UM Bandung, di bawah bimbingan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat, berkomitmen mendidik para mahasiswa menjadi teknopreneur yang islami dan sadar perannya di masa kini ataupun masa depan,” ujarnya.

Herry juga menyampaikan harapannya agar mahasiswa tidak hanya cerdas secara akademik. Namun, memiliki kesadaran kebangsaan dan mampu menjaga kemakmuran serta keutuhan NKRI.

"Tugas mahasiswa sebagai generasi muda pencerah harus terus dibina. Kami ucapkan terima kasih kepada BNPT, Densus 88 Anti Teror, Kepolisian, serta semua pihak yang telah mendukung terselenggaranya acara ini," tutupnya.***(FK)

Administrator

Seni dan Budaya Adalah Fitrah Manusia dan Sarana Syiar Islam

UMBANDUNG.AC.ID, Bandung -- Dalam kajian Gerakan Subuh Mengaji Aisyiyah Jawa Barat, Senin (12/05/2025), dosen prodi Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Bandung Ahmad Rifai menyampaikan pentingnya memahami visi kebudayaan Muhammadiyah dalam kerangka dakwah Islam yang kontekstual dan membumi.

Materi ini mengajak peserta untuk menelaah bagaimana Muhammadiyah memaknai budaya sebagai sarana dakwah yang strategis.

Ahmad Rifai menjelaskan bahwa konsep tarjih dalam Muhammadiyah bukan hanya terbatas pada persoalan fikih, melainkan mencakup respons intelektual atas problem sosial dan kemanusiaan.

Dalam perkembangan kelembagaan, Majelis Tarjih bahkan berganti nama menjadi Majelis Tarjih dan Tajdid, menandakan semangat pembaruan yang terus hidup dalam tubuh Muhammadiyah.

Ia menyampaikan bahwa dalam Munas Tarjih di berbagai daerah, seperti Aceh, Jakarta, dan Malang, telah lahir gagasan penting seperti dakwah kultural dan pedoman kebudayaan Muhammadiyah.

Salah satu hasil pemikiran pentingnya adalah gagasan integrasi antara agama dan budaya sebagai fondasi dakwah yang efektif dan kontekstual.

”Seni dan budaya merupakan bagian dari fitrah manusia yang melekat sejak lahir. Islam tidak memusuhi budaya selama tidak bertentangan dengan ajaran agama. Bahkan, kesenian bisa menjadi wajib hukumnya jika digunakan sebagai media dakwah. Oleh karena itu, Muhammadiyah mendorong penggunaan budaya dan seni sebagai sarana menyampaikan nilai-nilai Islam kepada masyarakat,” ujar Rifai.

Dalam pandangan Muhammadiyah, lanjutnya, hukum seni dan budaya berada pada wilayah muamalah duniawiah yang pada dasarnya boleh kecuali ada dalil yang melarangnya.

Ahmad Rifai menekankan bahwa seni dan budaya memiliki potensi besar dalam menyebarkan nilai keislaman yang humanis, rasional, dan transformatif, terutama jika terintegrasi dengan semangat tajdid.

Ia menambahkan bahwa dakwah Muhammadiyah tidak menolak budaya lokal, tetapi berusaha memilah antara unsur rasional dan irasional di dalamnya.

Tradisi yang berkembang di masyarakat, seperti salawatan, barzanji, atau tahlilan, tidak dipandang sebagai teologi, tetapi sebagai bentuk ibadah umum (ghair mahdhah) yang fleksibel dalam pelaksanaannya.

Lebih lanjut, Ahmad Rifai menyampaikan bahwa dalam strategi kebudayaannya, Muhammadiyah mengedepankan integrasi antara agama, ilmu, dan seni.

Dengan demikian, dakwah dapat hadir dalam konteks budaya masyarakat yang terus berkembang, tanpa kehilangan esensi ajaran Islam.

Budaya, selama mampu mengantar pada amal saleh, sangat layak dijadikan media dakwah yang efektif.

”Kebudayaan tidak boleh dianggap sebagai ancaman, melainkan sebagai potensi. Ketika dakwah mampu hadir dalam ruang budaya, maka pesan-pesan Islam dapat diterima dengan lebih baik karena menyatu dengan kehidupan masyarakat. Inilah wujud dakwah yang membumi namun tetap menjunjung tinggi nilai-nilai langit,” tandasnya.***(FA)

Administrator

UM Bandung Dorong Ecoliteracy Mahasiswa Lewat Seminar dan Aksi Tanam Pohon

UMBANDUNG.AC.ID, Bandung -- Dalam rangka menumbuhkan kesadaran ekologis generasi muda, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung menggelar kembali Ecoliteracy Youth School Volume III dengan mengusung tema ”Refleksi dan Agenda Aksi: Relasi Alam Semesta dan Manusia” pada Sabtu (10/05/2025).

Seminar yang berlangsung di lobi utama kampus ini menghadirkan Founder dan Chairman Peacesantren Welas Asih Irfan Amalee sebagai narasumber. Acara ini mulai pukul 14.00 WIB hingga selesai. Para peserta merupakan mahasiswa UM Bandung dari berbagai program studi.

Seminar lingkungan ini menjadi ruang kontemplatif untuk meninjau kembali cara pandang manusia terhadap alam yang selama ini bersifat antroposentris atau menempatkan manusia sebagai pusat semesta dan menjadikan alam sekadar objek eksploitasi.

”Kerusakan alam merupakan akibat dari kesalahpahaman mendasar antara manusia dan alam. Kita lupa bahwa alam bukanlah sesuatu yang statis, ia hidup, dinamis, dan merespons,” ungkap Founder dan Chairman Peacesantren Welas Asih Irfan Amalee.

Irfan menambahkan bahwa peserta diajak untuk belajar dari masyarakat adat seperti Suku Baduy yang sejak dahulu menjalin hubungan erat dengan alam. ”Bagi mereka, menyakiti alam berarti menyakiti diri sendiri. Konsep ini juga sejalan dengan ajaran Islam bahwa manusia memiliki hubungan spiritual dengan alam,” katanya.

Dalam seminar lingkungan ini didengungkan pentingnya kesadaran dalam menjaga kondisi lingkungan karena kita selaku manusia yang berpengaruh dengan alam semesta.

Pola pikir

Sementara itu, Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bandung Muhammad Tazakka Ahsan menyoroti perlunya meningkatkan ecoliteracy di kalangan para mahasiswa. “Kesadaran mahasiswa akan ekologi masih rendah. Kampus kita belum hijau. Inilah saatnya kita ubah pola pikir dan gaya hidup,” tegasnya.

Oleh karena itu, dia mengajak organisasi mahasiswa yang ada di UM Bandung pada khususnya untuk aktif dalam gerakan penghijauan dan aksi nyata yang berkelanjutan.

Akhir acara seminar ditutup dengan aksi pembagian dan penanaman pohon bersama yang dipimpin oleh Presiden Mahasiswa Muhammad Tazakka Ahsan dengan beberapa ormawa di lingkungan sekitar kampus.

Hal ini sebagai simbolisasi dan pendorong untuk perubahan pola pikir ke depannya agar bisa tumbuh perubahan besar dari segala aksi kecil yang dilakukan pada bumi dan masa depan generasi berikutnya.***(Himaya/Neneng)

Administrator